ISLAM dengan tegas melarang pacaran sebelum menikah. Bagi para muda-mudi yang ingin melangsungkan pernikahan mereka tetap bisa mengenali calon pasangannya terlebih dahulu akan tetapi bukan dengan jalan pacaran.
Islam tidak melarang ta’aruf, dalam sebuah hadits disebutkan, “Dari Anas bin Malik bahwa Al-Mughirah bin Syu’bah ingin menikahi seorang wanita, maka Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – berkata kepadanya, “Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no 1938 dan dishahihkan oleh Syekh al-Albani – rahimahullah – dalam Shahih Ibnu Majah)
Bagi mereka yang sudah siap menikah, maka jalan yang disyariatkan adalah dengan ta’aruf. Ta’aruf atau perkenalan jelas berbeda dengan pacaran. Sayangnya, saat ini banyak yang mengaku dirinya sedang berta’ruf dengan seseorang tetapi pada praktiknya mereka justru pacaran.
Sebagai contoh, seseorang mengenalkan laki-laki kepada seorang wanita. Mereka saling bertukar no kontak dan mempersilahkan keduanya melakukan perkenalan via WhatsApp misalnya. Mereka tidak melakukan pertemuan, hanya chat via WhatsApp atau Facebook. Meski hanya lewat WhatsApp atau sebagainya, tetap itu bukan proses ta’aruf yang disyariatkan.
Lalu bagaimana cara ta’aruf itu?
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. An-Israa: 32)
Saling bertukar informasi tanpa melibatkan pihak keluarga, teman atau guru, bisa berpotensi kepada zina, apalagi perbuatan zina itu sendiri banyak bentuknya.
كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditulis bagi tiap anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan melakukan, yaitu kedua mata berzina dengan memandang, kedua telinga berzina dengan mendengar, lisan berzina dengan berbicara, tangan berzina dengan memegang, kaki berzina dengan melangkah, sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkannya atau mendustakannya.” (Riwayat al-Bukhari, lihat Shahih Targhib wa Tarhib II/398)
Hal yang paling mendasar dalam proses ta’aruf itu adalah dengan melibatkan keluarga atau teman. Jika seorang laki-laki ingin mengenal perempuan yang ia sukai, cara yang terbaik adalah lakukan investigasi kepada teman dekatnya, tetangganya atau orang yang tahu kepribadiannya dengan baik.
Begitu juga dengan perempuan tersebut. Atau bisa juga saling bertukar CV ta’aruf seperti yang sudah sering dilakukan saat ini. Tentu CV tersebut bukan dikirim langsung kepada yang bersangkutan, tetapi melalui perantara orang yang kita percaya.
Selanjutnya, jika keduanya merasa ada kecocokan, maka tahap berikutnya bisa melakukan pertemuan. Nah, dalam hal ini, tidak dibolehkan bertemu tanpa melibatkan pihak lain. Biasanya, tahap ini dilakukan di rumah guru sang laki-laki atau perempuan.
Dalam proses ini, Syekh Utsmin rahimahullah – dalam Syarhul Mumti’ XII/22 menyebutkan rambu-rambu yang harus diperhatikan:
1. Tidak berkhalwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.
Untuk menjauhi khalwat ketika nazhar, maka ia bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani wali si wanita atau jika tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di tempat di mana ia sering melalui tempat tersebut.
2. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat, karena nazhar (memandang) wanita ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya.
3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.
4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak dari tubuh sang wanita, seperti muka, telapak tangan, leher, dan kaki.
5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.
6.  Hendaknya sang wanita yang dinazharnya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya.
Jika proses ini dilakukan kemudian salah satu tidak memiliki kecocokan, dan berniat menghentikan proses ta’aruf, maka keduanya tetap terjaga harga dirinya. Berbeda dengan pacaran. Sudah banyak bukti mereka yang pacaran, maka kerugianlah yang didapat, terlebih bagi pihak perempuan. Sungguh tidak ada cara yang paling indah selain syariat Islam. Maka, jangan jadikan ta’aruf sebagai topeng. 
Sumber: http://majalahsakinah.com

0 comments:

Post a Comment

 
KATUHU © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top